Kisah indah Nabi Muhammad saw dan Siti Khadijah ra. selalu berkesan untuk dibaca. Dan entah mengapa aku tak pernah bosan membacanya.
*
Cinta sejati dan kesetiaan mencintai diukur setelah perkawinan, bahkan lebih terbukti setelah kepergian yang dicintai. Kendati Nabi Muhammad saw. Sangat mencintai Aisyah ra., namun cinta beliau kepada Siti Khadijah ra. pada hakekatnya melebihi cintanya beliau kepada Aisyah ra., bahkan cinta itu melebihi semua cinta yang dikenal umat manusia terhadap lawan jenisnya. Sementara hikayat tentang cinta, seperti Romeo dan Juliet, Lailah dan Majnun, tidak teruji melalui kehidupan bersama mereka sebagai suami istri. Karena itu, sekali lagi dikatakan bahwa cinta Rasulullah saw. Kepada Khadijah ra. Adalah puncak cinta yang diperankan oleh seorang laki-laki kepada perempuan dan sebaliknya.
Sangat besar rasa cinta Rasulullah kepada Khadijah, sampai-sampai Aisyah mengatakan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, “Tidak pernah aku merasa cemburu kepada seorang pun dari istri-istri Rasulullah seperti kecemburuanku terhadap Khadijah. Padahal aku tidak pernah melihatnya. Tetapi Rasulullah seringkali menyebut-nyebutnya. Jika ia memotong seekor kambing, ia potong-potong dagingnya, dan mengirimkannya kepada sahabat-sahabat Khadijah.
Maka aku pun berkata kepadanya, “Sepertinya tidak ada wanita lain di dunia ini selain Khadijah…!”
Maka berkatalah Rasulullah, “Ya, begitulah ia, dan darinyalah aku mendapatkan anak.”
Dalam suatu riwayat dikisahkan, suatu saat Aisyah merasa cemburu, lalu berkata, “Bukankah ia (Khadijah) hanya seorang wanita tua dan Allah telah memberi gantinya untukmu yang lebih baik darinya? (maksud Aisyah yang menggatikan Khadijah adalah dirinya). Maka Belaiu pun marah sampai berguncang rambut depannya. Lalu Beliau bersabda, “Demi Allah! Ia tidak memberikan ganti untukku yang lebih baik darinya. Khadijah telah beriman kepadaku ketika orang-orang masih kufur, ia membenarkanku ketika orang-orang mendustakanku, ia memberikan hartanya kepadaku ketika manusia lain tidak mau memberiku, dan Allah memberikan kepadu anak darinya dan tidak memberiku anak dari yang lain.”
Maka aku berkata dalam hati,” Demi Allah, aku tidak akan lagi menyebut Khadijah dengan sesuatu yang buruk selama-lamanya.”
Ketika Aisyah ingin menampakkan kelebihannya atas Khadijah, ia berkata kepada Fatimah ra., putri Nabi dari Khadijah ra.: “Aku gadis ketika dinikahi ayahmu sedang ibumu adalah janda ketika dinikahi ayahmu.” Rasul saw. Yang mendengar ucapan ini dari putrinya yang mengeluh bersabda: “Sampaikanlah kepadanya ‘Ibuku (maksudnya Khadijah ra) lebih hebat dari engkau, beliau menikahi ayahku yang jejaka, sedang engkau menikahinya saat beliau duda.”
Disamping itu Rasulullah tidak memadu Khadijah dengan wanita lain, sedang semua istri selainnya dimadu.
Teman-teman Khadiijah pun masih diingat oleh Rasul dan berpesan kepada putri-putri beliau agar terus menjalin hubungan kasih dengan mengirimkan hadiah-walau sederhana- kepada mereka.
Ketika Fath Makkah, yakni hari keberhasilan rasul saw memasuki kota Mekkah bersama kaum Muslim, beliau berkunjung ke lokasi rumah Khadijah ra., karena rumah itu sendiri telah tiada. Beliau juga-pada hari itu- menyendiri, di tengah kesibukan bersama pasukan kaum Muslim, dengan seorang wanita tua sambil bercakap-cakap dengan wajah berseri-seri. Aisyah ra yang melihat hal tersebut bertanya:”Siapa orang itu dan apa yang dibicarakannya?” Ternyata wanita tua itu sobat karib Khadijah ra dan pembicaraan Nabi saw dengannya berkisar pada kenangan manis masa lalu.
Gerak langkah suara dan ketukan pintu yang biasa dilakukan Khadijah ra pun terus segar dalam benak dan pikiran beliau. Suatu ketika beliau mendengar ketukan dan suara serupa. Beliau berkomentar:”Ini cara ketukan Khadijah. Saya duga yang dating adalah Hala ( saudara perempuan Khadijah ra.) dan ternyata dugaan beliau benar.
Demikianlah keagungan cinta Rasulullah swa. kepada Khadijah ra. Yang akan tetap terukir indah sepajang zaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar