Judul Blog

Dynamic Glitter Text Generator at TextSpace.net

sd

Bckground slide

Change Background of This Blog!


Pasang Seperti Ini

Jumat, 27 Januari 2012

Cerpen : AYAT - AYAT CINTA EMAK


“lek..emak kok gak pernah mendengarmu mengaji?” Tanya Emak suatu saat,  saat aku sarapan sebelum berangkat ke kampus seperti biasa
Aku menghembuskan nafas pelan, malas sekali menjawabnya.
“ Emak kan tau alasannya” jawabku asal sembari memasukkan sepotong tempe goreng ke dalam mulutku.
“ apa iya…kuliahmu itu ngajarin kamu jauh dari Tuhan? Masa baca Al-qur’an saja jadi malas..?”
Aku  meneguk air putih hangatku dengan enggan. Rasanya kesal mendengar  pertanyaan emak yang selalu saja sama tentang itu, sering kali dan tak  pernah berubah.
  Emak..?! sekarang itu yang penting konteksnya. Cuma ngaji saja gak kan  cukup..kapan kita mau maju kalau begitu? Yaa kalau diamalkan? Kalau gak?  Kan sia-sia saja….lagian kayak tau artinya saja dibaca terus..???
  astaghfirulloh..eling Nak..istighfar..!! kata siapa mengaji itu gak ada  gunanya? Cara kita mendekat sama Gusti pangeran ya dengan mengaji  itu…kita itu gak ada apa-apanya dibanding Tuhan lek..!!jangan takabur!  Qur’an kitab suci kita…bisa-bisanya kamu menyepelekan seperti itu…mau  jadi apa kamu nanti?? Kalau begitu..mendingan kamu gak usah kuliah…tambah pinter malah tambah nyeleneh..”
Aku  mendenguskan nafasku…tak ingin meneruskan perdebatan dengan  Emak,takut-takut malah menyakitinya. Biarlah pola pikir kita yang  berbeda. Bagaimanapun itu hanya gertakan emak. Dulu emak yang  merongrongku untuk kuliah karena setelah lulus SMA awalnya aku ingin  bekerja saja membantu emak yang sendiri tanpa bapak, menghidupi aku dan  adikku yang autisme. Tapi emak melarang, ingin aku jadi sarjana  agar nantinya hidupku mapan, lebih baik dari orang tuaku. Tidak mungkin  hanya karena sekarang pola pikirku yang sedikit menyimpang darinya, dia  memaksaku keluar dari bangku kuliah. Biar emak kecewa, bagaimanapun aku  tahu yang terbaik buat diriku.

###

Sayup-sayup  terdengar suara serak emak melantunkan ayat suci al-qur’an dari dalam  rumah kami yang bertembok kayu dan mulai banyak berlubang dimakan rayap.  Aku menjejakkan kakiku yang letih dengan gontai memasuki rumah,  kemudian menjatuhkan diri di atas kursi rotan yang sama sekali tidak  empuk untuk sekedar menghilangkan sedikit penatku. Jam usang berdebu  yang bertengger di dinding dekat foto keluarga yang juga tak kalah  kotornya menunjukkan angka 6 lebih 25 menit. Sudah jadi kegiatan rutin  emak seusai maghrib mengaji sendiri di rumah. Adikku pasti sedang di  langgar mengaji dengan Bang Roqib, kyai muda di komplek rumahku. Meski  autis dan berbeda dengan anak normal lainnya adikku masih dianugerahi  Tuhan mau dan bisa membaca al-quran. Aku yakin Bang roqib harus sangat  sabar menghadapinya karena itulah emak sangat berterimakasih padanya dan  sering menjamunya di rumah. Karena memang aku,anak laki-laki pertamanya  yang sibuk di kampus dan kerja sambilan tak kan pernah sempat dan mau  mengajari adikku yang tidak normal itu membaca al-qur’an. Aku teringat  saat masih seumuran adikku, umur 8 tahun senang sekali menenteng Qur’an  ke langgar sehabis maghrib. Puas bersorak saat aku berhasil menghafal  setengah dari jus 30. tapi sekarang? Aku saja lupa kapan terakhir aku  memegang Al-qur’an..hafalanku saja sudah raib entah kemana. Ahh..untuk  apa? Fikirku. Mengaji tidak akan membuatku kaya atau makmur. Nyatanya  rumahku masih seperti ini sejak kau kecil. Bapakku yang meninggal sejak  aku SMP tidak meninggalkan warisan apa-apa untuk kami. Sekarang, aku  tetaplah mahasiswa yang terlunta-luanta mempertahankan bangku kuliahku  diiringi keringat dan darah emak. Mengaji tidak akan membuatku jadi  lebih baik. Karenanya aku malas..
  lho..sudah pulang lek..?” pertanyaan dari bibir emak yang bergetar dan  kering membuyarkan lamunanku. Ia berdiri di pintu kamarnya yang  berkorden usang, memandangku denagn lembutnya.
“ sudah shalat maghrib?”
  sudah mak..” sahutku sembari beranjak menuju kamar di sis \i kamar  emak, rasanya lelah sekali. Sebelum emak memberobdongku dengan banyak  pertanyaan lebih baik aku melarikan diri tidur di kamarku.
“sudah makan belum? Itu ada makanan di dapur kalau belum..” kata emak lagi. Meski aku cuek, dia tetap dengan pola kasihnya.
“sudah ko mak..” jawabku lagi sambil lalu ke dalam kamarku dan menutupnya hingga suara emak tenggelam di balik pintu.
Bukan.  Bukan aku tak mau berbicara banyak dan tidak ingin menggubris perhatian  emak sepertinya memang aku sudah jarang berkomunikasi denagn  satu-satunya orang tuaku yang paling berjasa dan penuh cinta itu. Tapi  aku memang sengaja. Banyak idealismeku yang kini bertolak belakang  denagn emak dan hanya akan menimbulkan percek-cokan tang tidak berujung.  Emak sangat religius dan aku lebih bersikap liberal. Aku sayang  padanya, karena itu menghindari yang akan membuatnya semakin kecewa  padaku. Emak memendam begitu banyak kekecewaan, tapi dia lebioh banyak  diam dan tahu batasan untk tidak menuntutku. Dia mengerti.
Dari dalam kamar, antara sadar dan tidak karena kantuk, lagi-lagi lantunan ayat suci itu terdengar dari kamar emak.

###
“,  Bang…aku mau ikut lomba tilawah qur’an…” Suara cempreng dan  terbata-bata adikku menggangguku yang sedang mengetik tugas kuliahku  dengan komputer butut di dalam kamar. Adikku duduk disisi ranjangku  dengan lollipop murahan di tangannya dan senyum mengembang, memamerkan  giginya yang kotor dan jarang-jarang. Aku tetap saja serius dengan layar  komputerku, tak perduli dengannya.
“ Bang..!!” dia menuntutku.
Aku menghela nafas kesal “ iya..!”ujarku sekenanya tanpa menoleh.
Melihatku  yang acuh, tanpa ekspresi. Diapun beranjak pergi keluar kamarku yang  kemudian disusul kemunculan emak di ambang pintu yang berderak-derak  hampir rusak.
  kamu itu ya..??heran emak sama kamu, masa begitu cueknya sama  adik…?”hanya itu yang emak ucapkan sembari memeluk adik autisku yang  meringkuk manja di pinggangnya. Kutangkap kedalaman makna dari sindiran  halusnya, kekecewaan pada keacuhanku. Kalau adikku ikut lomba sains,  IPA, Matematika, membuat robot, atau apa untuk kemajuan bangsa dan  menghasilkan banyak uang pasti aku senang dan mendukung, tapi ini hanya  tilawah Qur’an, itu sepele dan tak membuatku tertarik. Bukan salahku  kalau aku acuh, toh aku tak bisa membayangkan adikku membaca Al-qu’an,  seperti apa jadinya.

###
Emak  sakit, sudah beberapa hari semakin kurus dan sepertinya penyakitnya  semakin parah. Tapi dia masih saja melantunkan ayat suci Al-qur’annya  walaupun kadang suaranya terdengar sangat lemah dan patah-patah.
  tidak ada yang bias membuat emak tenang..selalu pasrah pada ketentuan  ALLAh selain dengan membaca Qur’an lek…” tukasnya ketika kau menyuruh  berhenti membaca agar ia beristirahat.
Bahkan  emak pun memintaku membacakan untuknya, meski enggan tapi aku tetap  menurutinya. Ntah kenapa akhir-akhir ini aku begitu takut kehilangan  emak, aku takut emak menyusul bapak. Tidak! Aku tidak akan siap.
  lek… suaramu bagus..enak kalo membaca Al-qur’an.. tapi kok kamu gak  pernmah mau membaca lagi to..??? apa kamu sudah merasa cukup dengan  ilmu-ilmu dari kuliahmu itu?? Emak gak pengen kamu jadi presiden atau  ilmuwan nak…cukup kamu mapan, juga solekh..emak sudah bangga..biar bias  jadi celengan emak di syurga”
Emak  mengelus rambutku yang cak-acakan. Aku tertunduk, tak mampu berkata  apa-apa atau mendebatnya seperti biasa. Bibirku terasa kelu,  kata-katanya benar-benar membuatku semakin takut. Adikku berbaring  disisi emak, tangannya memeluk tubuh kurus emak dengan erat seolah tak  ingin melepasnya sedetik saja. Ku rasa dia merasakan hal yang sama  denganku. Ingin rasanya aku membawa emak keRS untuk berobat hingga  sembuh tapi lagi-lagi biaya jadi kendala.
  kita tak perlu muluk-muluk untuk mendekat pada Allah..tidak perlu tau  artinya dulu sebelum membaca Qur’an..kepintaran kita itu seberapa to  lek..?? kuasaNYa juga seberapa..?? gak perlu ngoyo mengamalkan  semuanya..yang penting usaha sedikit-sedikit..dibaca dengan ikhlas..gak  mengaharapka apa-apa selain kedekatan dengan Allah..insyaAllah gak ada  yang sia-sia. Wong Allah tau maksud kita itu apa sebelum kita memberi  tahu-Nya”
Aku  menjatuhkan kepalau di atas tangan tirus pucat emak, menciumnya dengan  takzdim..ketakuatan itu semakin mengerogoti dadaku..dan tanpa sadar aku  meneteskan beberapa butir air mata.

###
1  bulan semenjak emak terbaring lemah… aku dan adikku benar-benar  kehilangan dia. Sepulang kuliah dan kerja sambilan, dengan badan yang  masih letih, adikku menarikku cepat-cepat masuk ke dalam rumah. Ia  menangis keras sembari menunjuk sosok emak yang terkulai kaku diatas  dipannya. Emak masih memeluk Qur’an yang usang karena terlalu sering ia  baca di atas dada kurusnya yang sudah tak naik-turun seiring dengan  nafasnya yang sudah berhenti. Aku gemetar mendekat, mengambil kitab suci  itu dari tangannya yang dingin dan memeluknya dengan tangis tanpa  suara. Aku mencium keningnya yang halus dan terdapat bekas hitam karena  seringnya ia bersujud. Emak yang kuat dan begitu sering tanpa lelah  mengenalkannku pada Tuhan,akhirnya di panggil-Nya. Dengan suara serak  karena kerongkonganku terasa tercekik aku mengajak adikku mengambil  wudhu dan membacakan surat Yassin, mengantar kepergian emak.  Bagaimanapun sebagai anak tertua aku harus kuat dan menguatkan adikku  yang terus menangis dengan kepolosannya. Hatiku terasa tertetesi embun  ketika aku membaca ayat demi ayat seolah kepergian emak bukanlah ambang  dari kehancuraku yang kini sendiri dengan adikku, aku merasa dekat  dengan-Nya. Inilah hal sederhana yang selalu emak tegaskan padaku,  membaca ayat cinta Tuhan bagaimanapun hidup ini akan diatur-Nya. Mulai  detik semenjak aku sadar akan setiap nasehat indah yang selau  kuacuhkan…aku akan berjanji melaksanakannya..mengikuti setiap kata emak  untuk mencintai Al-qur’an karena memang tak ada yang membuatku tenang  selain itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Selamat Datang Di blog Kelas Sembilan Empat